Situasi Menohok TPA Cipayung Kota Depok: Gunung Sampah, Tanah Musnah, Warga Gelisah

Situasi Menohok TPA Cipayung Kota Depok: Gunung Sampah, Tanah Musnah, Warga Gelisah

Andongonline | Hawa panas menyelimuti hari Minggu yang lengang di suatu ujung jalan buntu yang menghadap pinggiran Kali Pesanggarahan. Alih-alih angin semilir sebagai penawar, bau anyir hadir menjadi pelepas gerah masyarakat Kelurahan Pasir Putih, Kota Depok. Penampakan juntaian kantong-kantong plastik yang menyeruak dari sisi undakan ‘candi’ sampah sudah menjadi pemandangan sehari-hari warga dari sisi kiri dan kanan kali, dihiasi aksen air coklat menghitam yang bersentuhan langsung dengan sampah di tengahnya.Tampak pula beberapa pekerja bermandikan peluh sibuk mengorek tumpukan demi tumpukan sampah, mengais benda yang masih bisa diloak.

Berangkat dari keprihatinan atas keadaan masyarakat yang bermukim di sekitar tempat pembuangan sampah, Forum Komunikasi Masyarakat TPA Cipayung Kota Depok yang diketuai oleh Ossama Ruzicka, Hendra Gunawan selaku Wakil Ketua Bidang Kemasyarakatan, Hosidatul Arobiah selaku Wakil Ketua Bidang Hukum, beserta gabungan tokoh masyarakat dari Nahdlatul Ulama, Jatman Depok, dan relawan menggelar sosialiasi terkait perkembangan isu terkini pengelolaan TPA Cipayung pada hari Minggu, 10 Desember 2023 lalu. Bersama perwakilan warga dan ketua RT Kelurahan Pasir Putih dan Cipayung, sosialisasi diadakan untuk menggali kondisi kehidupan warga serta bertukar pikiran menyoroti solusi yang sudah berjalan sejauh ini.

Sosialisasi diawali dengan sesi focus group discussion (FGD) di RM Bu Lilis Cipayung. Para pemateri membeberkan fakta historis perkembangan TPA Cipayung yang sudah berdiri sejak 1984. Luas area TPA yang semula 0.4 hektar, kini telah berkembang menjadi 10.8 hektar dan terbagi atas kolam A, B, dan C.

Baca Juga :   Ketua DPD RI : Isra Mi’raj Momentum Mempersiapkan Diri Jelang Ramadan

“Kapasitas tampung maksimal TPA Cipayung sebetulnya hanya 1.3 juta meter kubik Bapak/ Ibu, namun berdasarkan data yang kami kumpulkan saat ini sudah mencapai 2.5 juta meter kubik.
Hampir dua kali lipat”, ujar Ossama Ruzicka selaku Ketua Forum Komunikasi Masyarakat TPA Cipayung.

Ossama melanjutkan bahwa permasalahan sampah Kota Depok masih bisa diatasi selama pihak pemerintah menyediakan tempat pengolahan sampah dengan kapasitas memadai. Diketahui saat ini Kementerian PUPR bersama Pemerintah Kota Depok tengah merencanakan pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Cipayung berbasis refuse-derived fuel (RDF).
Hasil RDF pada nantinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk keperluan industri.

Kendati demikian, Ossama menyayangkan TPST yang direncanakan akan beroperasi tahun 2025 ini belum dapat menanggulangi produksi sampah yang kian menumpuk.

“Anggaran pembangunan TPST itu Rp70 milyar untuk kapasitas 300 ton per hari saja lho, dibandingkan dengan timbulan sampah Kota Depok yang mencapai 1.000 ton per harinya, masih sisa 700 ton. Saya yakin baik PUPR maupun Pemkot mampu menganggarkan Rp300 milyar sekalipun untuk meng-cover semua sampah kota Depok”, tutur Ossama lebih lanjut. Menurut Ossama, perlu adanya keseriusan dan good will pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan sampah kota Depok.

“Apalagi TPST ini baru akan selesai tahun 2025, setelah periode kepemimpinan Depok sekarang. Mudah-mudahan tidak lempar tanggung jawab yang berujung mandeknya pembangunan”, tutup Ossama.

Baca Juga :   TKN FANTA PRABOWO-GIBRAN MAKSIMALKAN ROADSHOW DI KOTA DEPOK UNTUK PEMILIH MUDA

Pada sesi yang sama, warga mengeluhkan permasalahan sampah TPA Cipayung tidak hanya
meliputi lingkungan dan kesehatan saja, melainkan sudah menyangkut hak bertempat tinggal.

Situasi Menohok TPA Cipayung Kota Depok: Gunung Sampah, Tanah
Musnah, Warga Gelisah

Muhsa (nama disamarkan), salah satu warga RW 03 Kel. Pasir Putih, menjelaskan bahwa tanah beserta rumah orang tuanya telah musnah akibat bergesernya aliran Kali Pesanggrahan yang terhalang gunung sampah, menyebabkan erosi dan longsor di sepanjang kali.

“Rumah orang tua saya Pak, sudah hilang. Makam warga juga, sampai kita bikin selametan, longsor karena kali Pesanggrahan geser ke sini. Dulunya aliran kali di belakang sutet sana, cuma lama-lama ketutup sampah akhirnya ngalir kemari”, kata Muhsa.

Dengan mata berkaca-kaca, Muhsa mengaku bingung harus mengadu kepada siapa.

“Gak cuma saya Pak, beberapa warga ada yang tanahnya hilang juga. Kami takut longsor tanah ini semakin meluas. Jujur saya bingung apa Pemkot akan kasih kompensasi untuk tanah yang
hilang ini, karena PBB masih saya bayar”, ujar Muhsa.

Hosidatul Arobiah, Wakil Ketua Bidang Hukum, memaparkan bahwa sebetulnya masyarakat yang terdampak longsoran tanah karena pergeseran kali Pesanggarahan bisa memperjuangkan haknya di depan hukum, selama memiliki bukti kepemilikan atas tanah yang hilang.

“Yang penting Bapak/ Ibu kita berangkat dari fakta yang ada. Semua orang sama di mata hukum. Apalagi ini terjadi untuk sesuatu hal yang sebetulnya bisa dicegah”, tandas Hosidatul.

Baca Juga :   Semarak Gema Ramadan 1445 Hijriah : Ikatan Remaja Masjid (IKREMA) An-Najat di RW 06 Kelurahan Ratujaya Sukses Menggelar Berbagai Kegiatan Islami Demi Cetak Generasi Muda Islami

Kegiatan sosialisasi ditutup dengan kunjungan langsung Forum Komunikasi Masyarakat TPA Cipayung Kota Depok ke lokasi rumah warga terdampak yang terletak pada bibir tebing di sepanjang kali Pesanggrahan di Kel. Pasir Putih, Depok. Tampak beberapa rumah yang sudah terbelah dan jalan lingkungan yang sudah putus, hilang terbawa longsor.

Isu pengelolaan sampah Kota Depok sebelumnya juga pernah disentil oleh Sigit Widodo, juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI), pada media sosial X bulan Juli 2023 lalu. Sigit meminta Wali Kota Depok untuk fokus mengurus sampah ketimbang mengurus penertiban atribut kampanye.

“Pak @IdrisAShomad daripada ngurusin spanduk dan baliho parpol, nggak mau fokus ngurus sampah dulu?” tulis Sigit, dikutip dari akun X @sigitwid.

Editor : Dubil