Breaking News
BRI Bogor Pajajaran Salurkan Bantuan Daging Bergizi Bagi Masyarakat di Momen Idul Adha 1446 H Peringati 65 Tahun Hubungan Bilateral Indonesia-Tunisia, IDE Indonesia Apresiasi Diplomasi Persahabatan Kedua Negara yang Semakin Kokoh JAKARTA — Institute of Democracy and Education (IDE) Indonesia menggelar kegiatan Ambassador’s Lecture (Kuliah Umum) bersama Duta Besar Republik Tunisia untuk Indonesia, H.E. Mohamed Trabelsi dalam rangka memperingati 65 tahun hubungan bilateral Indonesia-Tunisia (19/6). Kegiatan yang digelar di kantor IDE Indonesia, Menara Bidakara tersebut dihadiri oleh Ketua Harian Institute of Democracy and Education (IDE) Indonesia, Nata Sutisna, para agen travel, influencer, aktivis muda, serta para mahasiswa. Ketua Harian IDE Indonesia, Nata Sutisna mengatakan bahwa hubungan bilateral Indonesia dan Tunisia di bangun di atas semangat persahabatan. “Hari ini kami sangat senang karena kehadiran Duta Besar Tunisia untuk Indonesia, Bapak Trabelsi. Melalui kuliah umum sekaligus peringatan 65 tahun hubungan bilateral Indonesia-Tunisia ini, sebagai organisasi anak muda masa kini, IDE Indonesia ingin menyampaikan bahwa diplomasi yang kokoh di antara Indonesia-Tunisia itu dibangun di atas semangat persahabatan. Artinya, semangat persahabatan harus berbicara di ruang politik, negosiasi ekonomi, dan diplomasi sehingga mewujudkan kebaikan bagi bangsa dan dunia,” ujar Nata yang juga alumni Universitas ternama di Tunisia. Adapun Duta Besar Tunisia untuk Indonesia, H.E. Mohamed Trabelsi menyampaikan bahwa telah banyak kerjasama yang dibangun oleh Indonesia dan Tunisia selama 65 tahun ini, terutama di bidang perdagangan, pendidikan, dan pariwisata. “Selama 65 tahun ini, telah banyak kerjasama yang dibangun oleh Tunisia dan Indonesia. Di bidang perdagangan misalnya, per-tahun 2023 menjapai $253 juta dollar. Indonesia melakukan banyak ekspor minyak kelapa sawit sedangkan impor dari Tunisia adalah minyak zaitun dan kurma. Pun, di bidang pariwisata, per-tahun 2024, jumlah warga negara Tunisia yang berkunjung ke Indonesia mencapai 10.000 lebih wisatawan. Lalu jumlah WNI yang berkunjung ke Tunisia mencapai 1.000 lebih wisatawan,” kata Dubes Trabelsi. Selain itu, ia juga menyebut setiap tahun pemerintah Tunisia memberikan puluhan beasiswa bagi pelajar Indonesia yang melanjutkan studi di Tunisia, terutama dalam bidang ilmu-ilmu keislaman. Nata Sutisna, Ketua Harian IDE Indonesia mengapresiasi kerja pemerintah Indonesia dan Tunisia yang terus memberikan dampak berharga bagi hubungan kedua negara. Terutama, tambah Nata, saat ini wisatawan Indonesia diberikan kemudahan untuk berkunjung ke Tunisia tanpa visa. “Sebagai anak muda, mewakili IDE Indonesia saya sangat mengapresiasi kerja-kerja pemerintah Indonesia dan Tunisia. Saat ini, kami yang berpaspor Indonesia bebas visa berkunjung ke Tunisia. Artinya, diplomasi Indonesia-Tunisia berjalan sangat baik dan penuh persahabatan. Terima kasih Bapak Duta Besar Indonesia di Tunisia dan terima kasih Bapak Duta Besar Tunisia di Indonesia,” tegas Nata. Idul Adha 2025 DPD PSI Depok Bagikan Kurban 1 Sapi dan 6 Kambing Ketua Pelajar NU Kecamatan Sukmajaya Desak Tindakan Tegas atas Kasus Pelecehan Seksual di SMPN 3 Depok

Ritme Religius: Pesona Kebahagiaan dan Kedamaian dalam Seni Musik Hadroh

Andongonline | Musik merupakan bagian dari kesenian yang telah menjadi budaya masyarakat muslim sejak awal perkembangan Islam. Meskipun terdapat kontroversi dan perdebatan mengenai kehalalan atau kebolehan musik dalam Islam, banyak bentuk musik telah berkembang dan diterima oleh berbagai wilayah muslim. Musik arab sebelum Islam memiki keterkaitan dalam perjalanan sejarah musik Islam. Hal ini dikarenakan, Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw. tidak menghapuskan budaya Arab sebelumnya, melainkan diintegrasikan agar sejalan dengan ajaran Islam. Dengan demikian, nilai-nilai budaya lama dipertahankan dan dikembangkan menjadi seni Islam yang berkualitas tinggi.

Salah satu bentuk seni musik Islam hasil akulturasi dengan musik Arab pra-Islam yang menarik adalah hadroh, Hadroh merupakan alat musik yang terbuat dari kulit binatang ternak seperti, kambing atau sapi. Saat ini, banyak majelis sholawat baik di Indonesia maupun luar negeri menggunakan hadroh sebagai media dakwah.

Secara historis, masyarakat Madinah pada abad ke-6 menyambut kedatangan Nabi Muhammad Saw. yang hijrah dari Makkah dengan syair Thala’al Badru menggunakan hadroh sebagai iringan musiknya sebagai ungkapan kebahagiaan. Seiring berjalannya waktu, hadroh digunakan sebagai sarana dakwah oleh para penyebar Islam.

Hadroh mulai menyebar ke berbagai wilayah muslim lainnya termasuk ke Nusantara. Dalam perkembangannya, hadroh mengalami banyak perpaduan dengan unsur-unsur budaya lokal di berbagai wilayah dan melahirkan keragaman gaya, serta ciri khas tertentu. Lambat laun, hadroh tidak hanya digunakan sebagai media dakwah, namun menjadi sarana hiburan.
Di tengah hiruk-pikuk kehidupan yang menekan, kita semua merindukan ketenangan jiwa dan kedamaian hati. Dalam keheningan itulah, kita dapat menemukan kembali kebahagiaan yang sesungguhnya. Salah satu sarana untuk mencari kebahagiaan dan kedamaian tersebut adalah melalui seni musik hadroh.

Baca Juga :   Mengawal Sukses Pemilu Kota Depok : Kerjasama Antara IKMD dan KPU

Musik hadroh menghadirkan irama yang menghentak dan melantunkan syair pujian kepada Allah Swt. dan Nabi Muhammad Saw. yang seakan mengalirkan kebahagiaan dan kedamaian ke dalam jiwa bagi yang meresapinya. Bahkan, dalam tasawuf, hadroh merujuk pada jamaah yang di dalamnya terdapat kegiatan berdzikir secara kolektif.

Keunikan hadroh terletak pada kemampuannya untuk menyatukan keindahan seni dengan nilai-nilai spiritual Islam, seperti dzikir dan sholawat. Menjadi perpaduan harmonis antara irama yang menghanyutkan, lirik yang mendalam, dan kekhusyukan dalam beribadah. Audien tidak hanya dihibur secara estetika, tetapi juga dibimbing untuk mengingat dan merenungkan kebesaran Sang Pencipta.
Contoh konkret dari perpaduan harmonis antara irama hadroh dengan lirik yang menyentuh hati adalah Tembang “Tombo Ati” karangan Sunan Bonang. Beliau menggunakan gamelan sebagai irama pengiringnya karena kentalnya budaya Hindu pada saat itu dan berhasil memadukannya.

“Tombo ati iku lima perkarane
Kaping pisan moco Qur’an lan maknane
Kaping pindo solat wengi lakonono
Kaping tilu wong kang soleh kumpulano
Kaping papat kudu wateng ingkang luwe
Kaping limo zikir wengi ingkang suwe
Salah sahijine sopo bisa ngelakoni
Mugi-mugi gusti Allah nyembadani”
“Obat hati ada lima perkaranya
Pertama baca Qur’an dan maknanya
Kedua, solat malam dirikanlah
Ketiga, berkumpul dengan orang soleh
Keempat, perbanyaklah berpuasa
Kelima, zikir malam perbanyaklah
Salah satunya siapa bisa menjalani
Moga-moga gusti Allah mencukupi”.

Begitu banyak syair-syair yang dibawakan melalui musik hadroh mengandung nilai-nilai yang menjadi pedoman hidup, bahkan mengingatkan akan kerendahan hati, cinta kasih, dan persaudaraan sesama manusia.

Ini menunjukkan bahwa Islam tidak kaku terhadap kesenian – dalam hal ini seni hadroh dan syairnya – selama mampu menghubungkan antara tuhan, manusia, alam sekitarnya, tidak ada larangan dalam melakukannya.

Baca Juga :   KPK Telah Menyita Sepada Motor Ridwan Kamil Terkait Kasus korupsi Pengadaan Iklan Di Bank Pembangunan Daerah Jabar dan Banten (Bank BJB)

Dalam dunia yang dipenuhi kebisingan dan kegelisahan, seni hadroh hadir sebagai oasis ketenangan dan kebahagiaan dengan syairnya yang mampu mengajak kita mengingat akan kebesaran sang pencipta.

Penulis : Muhammad Fariz Alfawwaz