andongonline.com | Yogyakarta_ Pilpres 2024 merupakan ajang untuk kita menyampaikan keresahan ataupun mencegahnya termasuk isu perempuan dan anak, struktur sosial yang melanggengkan patriarki harus dirombak. Ashilly Achidsti, Dosen Administrasi Publik Universitas Negeri Yogyakarta Senin Januari 2024.
Di dalam momentum pesta demokrasi pada tahun ini Isu perempuan dan anak setidaknya harus lebih di perhatikan dalam debat Pemilu 2024 dibahas secara mendalam. Dari beberapa debat yang telah di selenggarakan hanya ada satu pertanyaan ketika debat pertama untuk calon presiden yang menyinggung pelayanan publik inklusif, termasuk kepada perempuan dan anak.
Setelah mendengar debat ketiga calon presiden yang membahas tentang pelayanan publik inklusif, termasuk kepada perempuan dan anak hanya mengulik permukaan, seperti memastikan keterlibatan kelompok perempuan dan pemerhati anak dalam proses musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) serta super apps yang dapat merespons kebutuhan pelayanan publik, termasuk perempuan dan anak.
Namun, tidak dibahas secara mendalam sebenarnya apa yang menjadi masalah dan yang dialami seorang perempuan dan anak Indonesia saat ini serta tawaran pemecahannya. Tutur Ashilly Achidsti, Dosen Administrasi Publik Universitas Negeri Yogyakarta.

Kekerasan terhadap perempuan dan anak pada 2023 menjadi catatan merah bagi Indonesia.
Dari data yang di dapatkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pada Januari hingga November 2023 tercatat pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 sebanyak 1.290 kasus. Dari total kasus tersebut, jenis kekerasan yang paling banyak adalah kekerasan fisik di area domestik (kekerasan dalam rumah tangga/KDRT), kekerasan berbasis jender online, dan kekerasan seksual.
Data tersebut tentu bukanlah angka final. Catatan lain dari Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk DKI Jakarta terdapat 1.089 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam periode Januari hingga Agustus 2023. Lingkup kejadian kekerasan yang terbanyak masih sama, yakni KDRT, diikuti kekerasan seksual.
Layaknya fenomena gunung es, kasus ini hanya tercatat di permukaannya. Mungkin kita masih ingat dengan kasus pemerkosaan yang terjadi di Purwakarta oleh guru ngaji berinisial ON. Kasus yang terlapor ada 10 korban dan aksi tersebut dilakukan sejak korban kelas 4 SD hingga saat ini kelas 3 SMP. Sudah lima tahun dan baru terungkap pada Desember 2023.
Dari sini kita dapat menyaksikan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi permasalahan mendesak yang perlu diselesaikan oleh ketiga pasangan calon presiden (capres) serta calon wakil presiden (cawapres).

Setelah menyaksikan dan menngeksplorasi program tawaran tiga kandidat ketiga pasangan capres-cawapres sebenarnya sudah menawarkan masing-masing program yang memihak kepada perempuan dan anak dalam dokumen visi-misinya. Seperti pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan janji perempuan aman dari kekerasan, pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dengan tawaran program Jaga Teman, serta janji Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dengan program penguatan kesetaraan jender dan pelindungan hak perempuan dan anak.
Janji-janji ketiga pasangan capres-cawapres tersebut perlu dieksplorasi lebih lanjut karena tantangan mereka adalah merombak struktur sosial yang sudah turun-temurun melanggengkan patriarki dengan relasi kuasa yang timpang. Apabila ingin merombak struktur relasi kuasa, tawaran program ketiga pasangan capres-cawapres seharusnya bukan lagi ada di tataran penanganan kasus, melainkan mencegah kasus tersebut dapat terjadi.