NESTAPA NELAYAN KEPANJEN DALAM BAYANG-BAYANG INDUSTRI TAMBAK MODERN

Konflik Pertanahan Pantai
NESTAPA NELAYAN KEPANJEN DALAM BAYANG-BAYANG INDUSTRI TAMBAK MODERN

Andongonline | Laju pertumbuhan penduduk yang pesat disertai dengan meningkatnya intensitas pembangunan di segala bidang menyebabkan konflik di bidang pertanahan semakin meningkat. Permasalahan yang paling utama adalah terbatasnya ketersediaan lahan, terlebih di kota-kota besar. Kondisi demikian, memberikan alasan bagi para investor untuk masuk di wilayah pesisir atau pantai dan menjadikannya sebagai tempat kegiatan usaha. Mengingat selama ini wilayah pantai belum banyak tersentuh dan dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan wilayah pantai tersebut meliputi kegiatan berbasis ekonomi. Diantaranya sebagai lahan industri, rekreasi, wisata, bangunan hotel dan resort, pemukiman, pertanian, dan sebagainya. Sementara itu, wilayah pantai merupakan kawasan dengan ekosistem yang khas karena memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan menyangga kehidupan masyarakat pantai. Sehingga keberadaannya sangat penting untuk dilestarikan.

Tentu adanya fenomena yang terjadi sangat memprihatinkan, dimana eksploitasi wilayah pantai hanya demi kepentingan para investor. Desakan kepentingan ekonomi telah menyebabkan wilayah pantai yang seharusnya menjadi wilayah penyangga daratan menjadi tidak dapat mempertahankan fungsinya. Sehingga kerusakan lingkungan pantai tidak bisa dihindari. Kondisi ini  seperti yang diterjadi dipesisir pantai Kepanjen Jember, dimana keadaan yang semakin mengkhawatirkan akibat maraknya aktivitas pembangunan industri tambak modern. Meskipun pantai-pantai di seluruh wilayah Indonesia memang terbuka untuk kepentingan umum. Namun, ketika industri tambak modern semakin menjamur dibangun di sepanjang pantai. Maka akses publik untuk menjangkau pantai akan semakin menyempit.

Kondisi tersebut memberikan dampak terhadap kelestarian lingkungan pantai dan kehidupan nelayan tradisional. Dampak lainnya adalah nelayan kecil atau tradisional merasa diabaikan hak-haknya. Karena adanya bangunan-bangunan tersebut disepanjang pantai telah jelas akan menutup akses nelayan kecil atau tradisional terhadap ruang laut. Mereka akan kesulitan mendapatkan tempat untuk merapatkan perahunya. Padahal nelayan tradisional merupakan komunitas terbesar masyarakat pantai yang pada akhirnya akan menjadi komunitas yang paling dirugikan dalam kasus seperti ini.

Banyaknya bangunan-bangunan di sepanjang pantai dan kerusakan lingkungan pantai serta kepentingan nelayan tradisional yang termarjinalkan harus segera mendapat perhatian dan penanganan serius dari pemerintah setempat. Untuk mencegah terjadinya kerusakan pantai lebih jauh diperlukan adanya kawasan sempadan pantai. Daerah yang disebut sebagai sempadan pantai tersebut harus dijadikan daerah konservasi. Dalam ketentuan Perpres No. 51 Tahun 2016, diatur perlindungan sempadan pantai sejauh 100 meter. Peraturan yang telah ada tersebut hendaknya ditaati, ditegakkan, dan ditindaklajuti dengan aturan-aturan pelaksana dibawahnya baik di tingkat pusat maupun Daerah.

Baca Juga :   MUSDA PRIMA DMI KAB. BEKASI : Mewujudkan Kejama’ahan dan Mujahadah Prima Menuju Kabupaten Bekasi yang Religius, Maju, dan Inovatif

Nelayan

Kepanjen dan Semrawutnya Tata Kelola Pemanfaatan Kawasan Sempadan Pantai.

Sempadan pantai dapat difahami sebagai wilayah tempat bertemunya berbagai kepentingan, baik pemerintah, pengusaha maupun masyarakat dalam rangka pemanfaataan wilayah pantai dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Dalam kaitan ini, pemanfaatan sumber daya sempadan pantai dan ekosistemnya melalui peraturan perundang-undangan memiliki kedudukan penting dalam upaya memperkecil dan mencegah. Bahkan menghindari terjadinya tumpang-tindih kewenangan dan benturan kepentingan lintas sektoral.

Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kawasan sempadan di Desa Kepanjen selama ini masih belum terkoordinasi dengan baik, terbukti pemanfaatannya masih terkesan serampangan. Merambahnya pelaku industri tambak udang modern yang beroperasi disepanjang sempadan Pantai Kepanjen memberikan dampak kerugian pendapatan ekonomi terhadap masyarakat sekitar. Hal ini tidak lain karena disebabkan belum ditetapkannya peraturan terkait pengelolaan dan pemanfaatan secara rinci, baik dari aspek pariwisata dan budaya, energi dan sumber daya mineral serta kelautan dan perikanan. Sehingga yang paling dirugikan dalam persoalan ini adalah masyarakat sekitar kepanjen yang tumpuan mata pencahariannya berasal dari bertani dan menjadi nelayan.

Bila ditinjau dari aspek yuridis, sempadan pantai mencakup pula status kepemilikan kawasan dalam sempadan pantai dan peraturan perundangan yang memuat ketentuan lebar kawasan sempadan pantai dihitung dari garis pantai. Kawasan sempadan pantai merupakan kawasan yang dikuasai oleh Negara dan keberadaannya dilindungi, karena berfungsi sebagai pelindung kelestarian lingkungan pantai. Dengan demikian, kawasan sempadan pantai menjadi ruang publik dengan akses terbuka bagi siapapun (public domain).

Status tanah Negara pada kawasan tersebut mengisyaratkan bahwa negara dalam hal ini pemerintah berhak menguasai dan memanfaatkan sesuai dengan fungsinya. Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan sempadan pantai semata-mata difokuskan untuk kegiatan yang berkaitan dengan fungsi konservasi serta harus steril atau terbebas dari kegiatan pembangunan. Pemerintah sebagai pemegang hak pengelolaan, memegang peranan dalam mengendalikan pemanfaatan tersebut, bisa dengan jalan kontrol memberikan izin pemanfaatan bagian-bagian tanah kawasan pantai pada pihak ketiga berdasarkan perjanjian. Sedangkan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban melakukan pengawasan terhadap pengelolaan kawasan pantai oleh pihak ketiga tersebut. Pengawasan dan kontrol terhadap pemanfaatan kawasan sempadan pantai tidak lain adalah untuk memberikan perlindungan hukum bagi keterjaminan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan dan petani di Desa Kepanjen..

Baca Juga :   Kemiskinan Meningkat di Sentra Nikel, Hilirisasi Perlu Evaluasi Mendalam

Masyarakat Kepanjen mengeluhkan maraknya pembangunan industri tambak ilegal di sepanjang kawasan sempadan pantai, mereka mendirikan industri hanya berbekal surat pemberitahuan dari Pemerintah Desa dan mencantumkan dirinya Perkumpulan Pertambakan Rakyat (PPR) untuk menghindar dari proses perizinan yang resmi. Misalkan yang dilakukan oleh salah satu pengelola tambak modern PPR atas nama CV. Pasti mesra yang sudah menjalankan usaha tambaknya selama 2 tahun tanpa bekal izin dari pemerintah alias ilegal. Padahal didalam Pasal 16 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menjelaskan. Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari sebagian perairan Pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil secara menetap wajib memiliki izin lokasi. Dilanjutkan dengan Pasal 17 Ayat 2 menjelaskan, pemberian izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mempertimbangkan kelestarian ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, masyarakat, nelayan tradisional, kepentingan nasional, dan hak lintas damai bagi kapal asing.

Kemudian untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 51 tahun 2016 menetapkan aturan tentang batas sempadan pantai. Sangat jelas terdapat pada Pasal 2 Ayat 1 dan 2. Bahwa pemerintah Daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang mempunyai sempadan pantai wajib menetapkan arahan batas sempadan pantainya dalam peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupatan/Kota.

Menindak lanjuti isi dari Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tersebut pemerintah daerah Khususnya daerah yang sedang peneliti kaji saat ini yaitu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember turut pula mengatur Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2015-2023. Dalam hal ini Pemda Jember turut mengatur tata ruang wilayah Pesisir Selatan Jember yang menyebutkan bentang topografi pesisir Pantai mulai dari Kecamatan Kencong, Gumukmas, Puger, Ambulu, Tempurejo termasuk kedalam kawasan lindung dan rawan tsunami. Maka dari itu tidak diperbolehkan melakukan aktivitas apapun disepanjang Sempadan Pantai yang bisa mengakibatkan kerusakan kualitas pantai eksosistem vegetasi pantai dan estuaria.

Baca Juga :   MENJAGA UKHUWAH NAHDLIYYAH DI TENGAH PERBEDAAN PILIHAN POLITIK

Dengan begitu, ketersediaan Publik Domain menjadi kebutuhan dasar dalam hajat hidup para nelayan dalam mencari ikan yang salah satunya berfungsi sebagai tempat sandaran perahu. Sudah sepatutnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat indonesia sesuai dengan amanat Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Gencarnya pembangunan industri tambak udang modern di kawasan sempadan pantai yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungan, justru akan menyebabkan kerusakan ekosistem pantai dan laut. Tentu saja kerusakan ekosistem itu dipicu oleh pola hidup dan paradigma pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah, kurang mengacu pada kaidah kelestarian lingkungan.

Apabila kawasan sempadan pantai dapat difungsikan secara optimal maka kerusakan perairan di sisi pesisir selatan kepanjen dapat diminimalisir. Penentuan pemanfaatan serta penentuan garis sempadan pantai yang tegas akan memberikan manfaat bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal ini para stokeholder dan masyarakat pada umumnya.

Penulis: Ahmad Faiz S.H