Kemiskinan Meningkat di Sentra Nikel, Hilirisasi Perlu Evaluasi Mendalam

andongonline.com|Indonesia, dengan sejarah panjang sebagai negara agraris, memiliki mayoritas penduduk yang bergantung pada sektor pertanian. Dikenal dengan lahan pertanian yang luas dan sumber daya alam yang berlimpah, Indonesia memiliki potensi besar untuk mendukung ketahanan pangan dan keberlanjutan ekonomi melalui pengembangan sektor pertanian.

Namun, munculnya fenomena hilirisasi yang terlalu agresif dan tanpa pertimbangan yang matang dinilai sebagai pendekatan yang tidak tepat untuk memperkaya masyarakat Indonesia. Sebaliknya, kebijakan hilirisasi yang tidak terkendali dapat membawa dampak merugikan terhadap kekayaan alam Indonesia.

Pencemaran lingkungan menjadi salah satu risiko utama dari hilirisasi yang tidak teratur. Praktik-praktik pertambangan dan industri yang tidak ramah lingkungan dapat merusak ekosistem alam, seperti penggundulan hutan, pencemaran udara, dan kerusakan lahan. Akibatnya, keberlanjutan lingkungan terancam, mengancam keanekaragaman hayati, dan merugikan mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada ekosistem tersebut.

Sementara tujuan hilirisasi seharusnya mencakup peningkatan nilai tambah produk dan penyerapan tenaga kerja, pelaksanaannya yang tidak teratur justru dapat memberikan dampak negatif pada masyarakat. Salah satu contohnya adalah jika kebijakan hilirisasi tidak memperhatikan keseimbangan antara pengembangan industri dan pelestarian lingkungan, bisa saja terjadi penurunan kualitas lingkungan hidup yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat lokal.

Baca Juga :   "Rincian Formasi dan Jadwal Rekrutmen CPNS 2024: Peluang Menjanjikan bagi Fresh Graduate untuk Bergabung dengan ASN"

Oleh karena itu, perlu adanya pendekatan yang bijak dalam melaksanakan hilirisasi di Indonesia. Koordinasi yang baik antara pemerintah, industri, dan masyarakat lokal menjadi kunci untuk mencapai tujuan hilirisasi tanpa mengorbankan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, Indonesia dapat mengembangkan sektor hilirisasi yang berkelanjutan dan memberikan manfaat jangka panjang bagi seluruh masyarakat.

Hilirisasi industri nikel di Indonesia, khususnya di provinsi penghasil nikel terbesar, seperti Maluku Utara (Malut), mendapat sorotan tajam terkait dampak sosial dan ekonomi yang belum optimal. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, menilai bahwa kontroversi seputar industri nikel harus dijadikan momen evaluasi tata kelola pengembangan industri hilir nikel secara menyeluruh.

Faisal menyoroti empat masalah utama yang perlu dievaluasi yaitu diantaranya:
1. Penyerapan tenaga kerja yang belum maksimal, menyebabkan warga lokal belum merasakan dampak positif dari hilirisasi nikel.
2. Pencemaran lingkungan akibat tata kelola tambang yang buruk, yang merugikan mata pencarian utama warga.
3. Tata kelola jual-beli nikel yang merugikan pelaku di hulu tambang karena harga bijih nikel di bawah standar internasional.
4. Tren pergeseran industri baterai listrik ke material lain, seperti Lithium Iron Phosphate (LFP), yang perlu diantisipasi agar Indonesia tidak terjebak dalam dependensi pada nikel saja.

Baca Juga :   Sejumlah 119 anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Desa Pekaja Kecamatan Kalibagor Banyumas, resmi menjalankan tugasnya usai dilantik untuk menjalankan proses pemungutan suara pada Pemilu serentak tahun 2024.

Menurut peneliti Center of Investment Trade and Industry dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, dampak investasi hilirisasi tambang seharusnya bisa dimaksimalkan untuk kesejahteraan masyarakat. Namun, dengan nilai investasi besar, pertumbuhan ekonomi masih stagnan, menunjukkan adanya hambatan dalam tata kelola yang perlu diperbaiki.

Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Sultra, Yuni Nurmalawati, belum memberikan tanggapan terkait kondisi kemiskinan yang meningkat di daerah ini. Sementara itu, Kepala Laboratorium Ilmu Ekonomi Universitas Halu Oleo Sultra, Syamsir, menjelaskan bahwa angka kemiskinan dan ketimpangan yang meningkat menunjukkan ketidakmerataan pembangunan dan aktivitas ekonomi di wilayah tersebut.

Syamsir menyarankan agar pemerintah mengambil langkah intervensi dengan fokus pada prioritas pertanian dan kelautan. Hilirisasi harus dikembangkan hingga tahap produk turunan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan mengembangkan sektor lainnya, sambil tetap memperhatikan dampak lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

sumber foto : kompas.com

Kondisi kemiskinan yang meningkat di sentra pengolahan nikel menjadi peringatan penting, bahwa kesuksesan hilirisasi tidak hanya diukur dari pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat lokal. Evaluasi mendalam tata kelola hilirisasi menjadi langkah kunci untuk menciptakan dampak positif yang berkelanjutan dalam pembangunan industri di Indonesia.

Baca Juga :   Fatayat NU Sumedang Resmi Dilantik Dihadiri PAC se-Kabupaten

Penulis: Aulia Azzahrah