“Harmoni Pemilihan Presiden: Paradigma Politik, Pendidikan, dan Tantangan Menuju Kebijakan yang Rasional”

sumber foto: perludem.org

andongonline.com | Dekatnya pesta demokrasi pada 14 Februari 2024 membawa hawa politik yang makin menggelora, mengundang kita untuk terlibat dalam kisah dinamis perebutan kursi kekuasaan. Pertarungan naratif antara relawan ketiga calon presiden utama, yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto, menjadi sorotan utama dalam perbincangan publik. Media sosial dan layar gawai dipenuhi dengan perang retoris, di mana beberapa relawan merasa calonnya menjadi target penjegalan, diintervensi, bahkan ada yang mengakui dugaan campur tangan presiden yang sedang berkuasa dalam “cawe-cawe” politik.

Dalam konteks ini, paradigma politik melibatkan dasar pemikiran, ideologi, dan prinsip yang memandu setiap langkah politik. Meskipun kita seringkali terlibat dalam perdebatan untuk mendukung kandidat yang dianggap ideal, kita kadang-kadang melupakan esensi menjadi bagian integral dari bangsa dan negara. Meski nantinya ada pemenang dalam pemilihan, kita harus selalu ingat bahwa kekuasaan akan tetap berada di tangan oligarki yang memiliki pengaruh yang besar.

Penting untuk memastikan bahwa pemilihan berjalan secara adil dan memiliki tujuan untuk menyatukan negara demi kemajuan. Prinsip dasar kita seharusnya adalah membaca informasi langsung dari sumber resmi masing-masing kandidat, termasuk visi, misi, dan kebijakan yang mereka usung. Jangan hanya terpengaruh oleh informasi yang beredar, terutama potongan video dari pendukung, yang bisa mudah membuat kita tertarik tanpa memahami kebenarannya.

Baca Juga :   MASA TAHAPAN KAMPANYE : PANWASCAM KERTASARI CEGAH PELANGGARAN PEMILU

Pendidikan menjadi elemen krusial dalam membentuk pemimpin yang dapat membawa kemakmuran bagi bangsa sebagaimana dikutip oleh Blogger Kompasiana bernama Mahéng,. Dalam konteks filsafat pendidikan Islam, terdapat dua aspek utama yang perlu ditekankan. Pertama, kemampuan berpikir kritis, di mana peserta didik tidak hanya bersikap pasif, tetapi juga mampu melihat masalah secara komprehensif. Kedua, kreativitas harus didorong, dengan pemahaman bahwa kompleksitas permasalahan kehidupan nyata melibatkan berbagai variabel yang saling terkait. Pendidikan yang efektif harus bersifat integratif, tidak terpaku pada sektoral yang sempit.

Seorang calon pemimpin bangsa tidak hanya perlu menguasai ilmu politik, melainkan juga harus memiliki pemahaman mendalam tentang ilmu lainnya yang terintegrasi, seperti sosiologi, antropologi, dan sejarah perjalanan bangsa. Pemimpin juga harus memahami kondisi sosial, budaya, dan nilai-nilai yang membentuk masyarakat. Ilmu-ilmu ini membantu pemimpin memahami dinamika sosial, keragaman budaya, dan interaksi sosial yang memengaruhi kebijakan serta pengambilan keputusan.

Pendidikan juga harus mencakup aspek kecerdasan spiritual, bukan hanya aspek intelektual semata. Meskipun teknologi kecerdasan buatan semakin canggih, kecerdasan ini belum tentu mampu menyentuh dimensi terdalam dari manusia seperti jiwa, hati, dan akal, akan memiliki dampak yang lebih signifikan dalam mengembangkan kemampuan untuk mengendalikan ego. Ada kebutuhan akan penghayatan dan kekuatan dalam proses pendidikan untuk membantu individu menemukan hakekat diri mereka.

Baca Juga :   Ini Tiga Pesan Menkeu saat Pelantikan 937 Pejabat Kemenkeu

Rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia menjadi masalah besar yang mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk berpikir rasional dan logis. Pendidikan yang tinggi memungkinkan keseimbangan antara hati dan pikiran, sementara pendidikan yang rendah cenderung menghasilkan individu tanpa empati. Oleh karena itu, peningkatan pendidikan yang menyentuh aspek spiritual, sosial, dan budaya menjadi kunci untuk menghadapi tantangan ini.

Penulis: Aulia Azzahrah